Perpecahan
internal di suatu organisasi ternyata tidak hanya terjadi di partai
politik. Organisasi profesi advokat pun bisa saja mengalaminya.
Organisasi advokat Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) salah satu
contohnya.
Musyawarah Nasional Ikadin IV yang berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur, akhir pekan lalu berujung pada terbentuknya dua versi kepengurusan, yaitu versi Otto Hasibuan dan versi Teguh Samudera. Keduanya saling mengklaim diri sebagai pengurus yang sah.
Saat
dihubungi, Otto Hasibuan, menyesalkan tindakan kubu Teguh Samudera.
Menurut Otto, sikap kubu Teguh dengan menggelar Munas tandingan sangat
tidak demokratis dan tidak menghargai perbedaan pendapat. Meski
demikian, Otto, yang juga menjabat sebagai ketua Perhimpunan Advokat
Indonesia (PERADI), mengaku bisa saja menyelesaikan konflik ini secara
damai. Prinsipnya kan, tidak ada yang tidak mungkin, jawab Otto. Namun
saat ditanya bentuk perdamaian seperti apa yang ditawarkan, Otto tidak
mau berkomentar lebih jauh.
Di
pihak lain, Roberto Hutagalung, Sekjen Ikadin dari kubu Teguh Samudera,
menyambut baik ajakan rekonsiliasi Otto Hasibuan. Sikap kami jelas,
kami menyambut baik ajakan rekonsiliasi. Namun pihak Otto harus melebur
ke kami, karena kepengurusan kami adalah kepengurusan yang sah Roberto
berujar.
Disinggung
mengenai keabsahan hasil Munas, Otto secara serta merta membeberkan
bahwa Munas yang mengangkat dirinya adalah yang paling sah. Karena
dihadiri oleh undangan peserta Munas yang sah, kemudian pada saat dibuka
juga dihadiri oleh perwakilan dari Peradi, Kapolri. Setelah itu, Munas
ditutup oleh perwakilan Mahkamah Agung, tandas Otto.
Tidak
hanya itu, Otto juga mengaku kepengurusannya yang lebih representatif.
Saya mendapatkan 71 suara dari 75 suara DPC (Dewan Pimpinan Cabang, red)
Ikadin, ungkapnya.
Roberto tidak mau kalah. Ia mengklaim, Munas lanjutan yang mengangkat Teguh Samudera diikuti 150 orang peserta yang bareng-bareng walk out dari Munas versi Otto. Bahkan ia juga menyatakan, Munasnya lebih demokratis dan partisipatif.
Karena formatur kepengurusan
Terpecahnya
kepengurusan Ikadin ini berawal dari ditinggalkannya arena Munas Ikadin
oleh sebagian pesertanya. Mereka lantas menggelar Munas tandingan di
Hotel Bahtera yang kemudian mengangkat Teguh Samudera sebagai Ketua Umum Ikadin Periode 2007-2011. Tak jauh dari tempat itu, tepatnya di Hotel Novotel, peserta Munas yang lain memilih Otto Hasibuan sebagai pemimpin tertinggi Ikadin.
Roberto Hutagalung, Sekjen Ikadin dari kubu Teguh Samudera mengungkapkan, aksi walk out dilakukan ketika Munas memasuki agenda sidang pleno untuk membahas mengenai formatur kepengurusan. Disinilah bom itu meledak. Sebagian peserta yang walk out,
menganggap Leonard Simorangkir telah secara otoriter memimpin
persidangan. Leonard dinilai secara sepihak telah menetapkan bahwa
kepengurusan ditentukan oleh formatur tunggal. Sementara, menurut
Roberto, sebagian besar peserta sidang menghendaki formatur harus
berkomposisi tiga orang.
Tindakan
pemimpin sidang sangatlah otoriter dan bertentangan dengan tatib (tata
tertib, red) sidang yang sudah disepakati, cetus Roberto. Padahal,
lanjut Roberto, dalam tatib sidang sudah jelas disebutkan, jika ada
perbedaan pendapat di persidangan, maka harus diupayakan untuk
musyawarah. Jika musyawarah tidak tercapai, maka mekanisme yang bisa
dilakukan adalah pemungutan suara (voting).
Nyatanya,
pemimpin sidang sama sekali tidak memberikan mekanisme itu. Malah
pemimpin sidang langsung mengetuk palu sebagai tanda pengesahan atas
usulan formatur tunggal. Apa itu yang namanya demokrasi? ujar Roberto
kesal.
Otto
Hasibuan kontan membantahnya. Menurutnya, pemimpin sidang saat itu
bersedia untuk melakukan voting, namun mereka terburu walk out. Saya
menyesalkan sikap mereka yang saat itu melakukan walk out. Tapi saya
berharap itu cuma ekspresi emosi mereka saja, tandasnya.
Pandangan
lain datang dari perwakilan DPC Ikadin Jakarta Pusat (Jakpus), yang
meski tidak ikut boyongan ke Munas 'tandingan', tapi kemudian
bersama-sama dengan DPC Medan dan Surakarta, juga walk out pada saat sidang pemilihan ketua umum. Aksi walk out ketiga DPC ini dilakukan karena mereka mengaku tidak puas atas kepimpinan pemimpin sidang.
Soleh
Amin, Ketua DPC Ikadin Jakpus, menilai sikap pemimpin sidang yang
secara sepihak menetapkan formatur tunggal tanpa mau mendengarkan
keberatan dari kubu Teguh, sangatlah tidak demokratis. Pemimpin sidang
cenderung bersikap otoriter.
Selain
itu, sejak awal Soleh mengaku sudah mencium ada gelagat tidak baik
dalam Munas. Sepertinya sudah ada skenario dari pihak tertentu untuk
menggolkan kepentingannya, urai Soleh. Indikasinya, proses pemilihan
pimpinan sidang sudah diatur sedemikian rupa sehingga dalam setiap
agenda sidang yang strategis, seperti pertanggungjawaban pengurus,
selalu dipegang oleh pihak tertentu.
Secara
logika, seharusnya orang yang menjabat sebagai pengurus, tidak boleh
menjadi pimpinan sidang yang agendanya meminta pertanggungjawaban
pengurus kan? kata Soleh. Tidak hanya itu. Contoh keanehan yang lain
adalah ketika ada peserta yang memiliki perbedaan pendapat dengan
pemimpin sidang, langsung diinterupsi atau disoraki oleh peserta
lainnya, sambungnya.
Meski demikian, Soleh mengaku tidak bergabung dengan kubu Teguh Samudera. Sekali lagi saya tegaskan walk out kami
lakukan, karena situasi di dalam Munas sudah tidak lagi kondusif. Kami
juga tidak membuat Munas tandingan yang lain lagi. Karenanya kami tidak
mau ikut bertanggung jawab atas segala keputusan yang diambil dalam
Munas di Novotel. Tapi kami tetap loyal ke organisasi.
Ciderai maksud dan tujuan organisasi profesi
Advokat
senior, Adnan Buyung Nasution, mengaku kecewa dengan perpecahan di
tubuh Ikadin. Ia berpendapat, peristiwa itu malah mencederai maksud dan
tujuan dibentuknya organisasi profesi. Buyung yang juga salah satu
konseptor dibentuknya UU Advokat, menceritakan tujuan dibentuknya
organisasi profesi advokat adalah untuk mengakselerasi proses
demokratisasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia agar ide
negara hukum mampu diwujudkan.
Peristiwa
ini justru telah mencoreng nama organisasi profesi advokat, tegasnya.
Lebih jauh ia menyatakan, Bagaimana organisasi mau berkontribusi
mewujudkan cita-cita negara hukum, jika organisasinya dipimpin oleh orang yang memiliki kepentingan sempit tertentu?
Khusus dalam perkara ini, Buyung menilai banyaknya kepentingan yang bermain. Terlihat dari proses persidangan itu sendiri, khususnya tentang mekanisme formatur persidangan. Abang melihat orang-orang yang memiliki vested interest ingin sekali mengusai Ikadin, untuk terus melanggengkan kekuasaan dan kedudukan. Buyung mencontohkan ketika pemimpin sidang Munas tidak mengindahkan adanya perbedaan pendapat di antara peserta di dalam persidangan.
Karenanya,
Buyung pun mewajarkan sikap sebagian peserta yang memilih meninggalkan
arena Munas dan kemudian membentuk Munas tandingan. Buyung pun berpesan,
Jalan terus bagi pengurus baru yang tandingan itu. Buktikanlah
kalau mereka benar-benar tulen, bukan loyang dan akan terus melanjutkan
cita-cita dan perjuangan luhur organisasi profesi advokat.
Di
sisi lain, Soleh Amin berpendapat, seharusnya tokoh advokat senior
mampu menjadi juru damai agar kedua kubu dapat didamaikan. Tugasnya
untuk mempersatukan kembali Ikadin sebagai organisasi advokat yang
tertua. Jangan malah memihak ke salah satu pihak, pungkasnya.
Tanggapan Saya:
Dikalangan masyarakat dewasa ini banyak sekali konflik disana-sini yang sering terjadi. Apalagi konflik intern di dalam suatu organisasi. Saya menanggapi hal ini akan berdampak kepada perpecahan di dalam Kepengurusan Ikatan Advokat Indonesia.
Cara Penyelesaian:
perlu adanya konsiliasi yang bisa menyelesaikan masalah tersebut, perlu juga adanya mediasi seperti Lembaga-lembagayang bersangkutan. Dan dari masing-masing harus ada sikap dewasa yang bisa mencerminkan sikap advokat di Indonesia.
Dan satu lagi perlu adanya perombakan Kepengurusan sebagai akibat dari kisruh tersebut
Dikalangan masyarakat dewasa ini banyak sekali konflik disana-sini yang sering terjadi. Apalagi konflik intern di dalam suatu organisasi. Saya menanggapi hal ini akan berdampak kepada perpecahan di dalam Kepengurusan Ikatan Advokat Indonesia.
Cara Penyelesaian:
perlu adanya konsiliasi yang bisa menyelesaikan masalah tersebut, perlu juga adanya mediasi seperti Lembaga-lembagayang bersangkutan. Dan dari masing-masing harus ada sikap dewasa yang bisa mencerminkan sikap advokat di Indonesia.
Dan satu lagi perlu adanya perombakan Kepengurusan sebagai akibat dari kisruh tersebut
Reference :
- http://hukumonline.com/berita/baca/hol16844/rujuk-antar-dua-kubu-di-ikadin-mungkinkah
0 komentar :
Posting Komentar